Analisis Kebijakan Merdeka Belajar: Dari Aspek Hukum hingga Dampaknya di Sektor Pendidikan

Oleh Admin, 26 Okt 2025
Sebagai fondasi utama pembangunan bangsa, pendidikan tidak sekadar soal akses dan infrastruktur, tetapi juga tentang bagaimana kerangka hukum dan kebijakan mampu menciptakan ekosistem pembelajaran yang dinamis, berkualitas, dan inklusif. Menjawab tantangan zaman, teknologi, dan kebutuhan pembelajar di era modern, Indonesia meluncurkan kebijakan Merdeka Belajar. Inisiatif ini menarik untuk ditelaah lebih dalam, terutama dari sisi landasan regulasi, penerapannya di lapangan, serta implikasi yang ditimbulkan bagi seluruh pemangku kepentingan di dunia pendidikan, mulai dari peserta didik, pendidik, hingga institusi.

Landasan Yuridis dan Filosofi di Balik Merdeka Belajar

Secara yuridis formal yg dilansir https://birohukum.kemendikbudristek.com/ kebijakan Merdeka Belajar tidak terlepas dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menjadi acuan fundamental. UU ini menegaskan hak setiap warga negara atas pendidikan bermutu serta kewajiban negara untuk menyelenggarakannya secara merata dan relevan. Kebijakan yang digagas oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, ini memiliki visi untuk memberikan otonomi yang lebih luas bagi guru, sekolah, dan mahasiswa dalam menentukan arah pembelajaran, metode penilaian, dan pengembangan diri. Dari sudut pandang politik hukum, kebijakan ini mencerminkan bagaimana regulasi digunakan sebagai alat untuk beradaptasi dengan tuntutan era 4.0, konektivitas global, dan pergeseran kebutuhan kompetensi, baik pengetahuan maupun karakter.

Implementasi Regulasi dan Wujud Konkret di Lapangan

Implementasi konsep Merdeka Belajar secara nyata terwujud melalui berbagai program, seperti pelonggaran aturan zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), transformasi Ujian Nasional, pemberian fleksibilitas kurikulum melalui program Kampus Merdeka, serta pemberdayaan guru untuk mengembangkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang lebih kreatif. Sebagai dasar operasional, pemerintah mengeluarkan instrumen hukum seperti "Surat Edaran Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Merdeka Belajar dalam Penentuan Kelulusan Peserta Didik dan Penerimaan Peserta Didik Baru Tahun Ajaran 2020/2021". Melalui regulasi ini, aspek hukum berfungsi sebagai payung hukum yang menetapkan batasan, hak, serta kewajiban semua pihak, memastikan proses edukatif berjalan terstruktur.

Dampak Dualistis: Peluang dan Tantangan Implementasi

Di satu sisi, Merdeka Belajar membuka banyak peluang positif. Guru diberi kebebasan untuk mengeksplorasi kreativitas mengajar, siswa dapat belajar sesuai dengan minat dan potensinya, dan sekolah dimungkinkan untuk menyesuaikan pembelajaran dengan konteks lokal. Sebagai contoh, Kurikulum Merdeka memberikan ruang bagi satuan pendidikan untuk merancang pembelajaran yang lebih relevan. Studi awal pun menunjukkan tren positif, di mana sekolah yang mengadopsi kurikulum ini mengalami peningkatan capaian literasi dan numerasi.

Namun, di balik potensi positif tersebut, implementasi kebijakan ini tidak luput dari tantangan. Dari sisi regulasi, aturan yang ada terkadang masih bersifat umum dan belum sepenuhnya menyentuh realitas heterogen di lapangan, terutama kesenjangan kapasitas antar daerah atau sekolah. Kritik masih muncul terkait kebijakan PPDB yang dianggap belum sepenuhnya mengakomodasi semua calon peserta didik. Lebih jauh, disparitas kualitas guru, ketidakmerataan infrastruktur, dan kesiapan teknologi menjadi hambatan nyata. Ini menunjukkan bahwa regulasi harus diiringi dengan mekanisme pengawasan yang ketat dan sistem akuntabilitas yang jelas agar kebijakan tidak hanya berhenti sebagai wacana.

Akuntabilitas, Kebebasan, dan Keadilan Distributif

Untuk mencegah kebebasan berujung pada penurunan mutu atau ketidaksetaraan, mekanisme kontrol dan evaluasi menjadi mutlak diperlukan. Standar kompetensi lulusan, sistem akreditasi, dan penilaian kinerja guru tetap menjadi tolak ukur penting. Perspektif hukum mengingatkan bahwa kebebasan tanpa batas yang jelas dapat menciptakan ketidakpastian. Oleh karena itu, kebijakan ini harus berjalan seiring dengan tata kelola yang baik: regulasi yang transparan, implementasi yang adil, dan evaluasi yang responsif.

Lebih dari itu, kebijakan ini juga bermuara pada pembentukan karakter dan kompetensi abad 21, seperti berpikir kritis, kreatif, dan kolaboratif, yang sejalan dengan profil "Pelajar Pancasila". Regulasi hukum memiliki peran krusial dalam mewujudkan suasana belajar yang menyenangkan dan tidak terburu-buru ini, misalnya melalui pengalokasian anggaran yang tepat dan pengurangan beban administratif guru.

Namun, kebebasan ini harus berlandaskan keadilan. Sekolah di daerah terpencil dengan sumber daya terbatas jelas akan menghadapi kesulitan lebih besar dalam mengimplementasikan fleksibilitas ini. Ini memunculkan pertanyaan mendasar tentang keadilan distributif dalam hak memperoleh pendidikan yang berkualitas. Regulasi tidak hanya boleh "memberi izin", tetapi juga harus "memfasilitasi" melalui alokasi sumber daya yang merata, pelatihan guru yang berkelanjutan, dan pengembangan infrastruktur teknologi.

Kebijakan Merdeka Belajar seperti dikutip https://birohukum.kemendikbudristek.com/ adalah bukti bahwa hukum dan regulasi memegang peranan sentral dalam transformasi pendidikan. Tanpa implementasi yang nyata, kebijakan sebesar ini akan sia-sia. Sebaliknya, jika regulasi diterapkan dengan prinsip fleksibilitas yang bertanggung jawab, akuntabilitas yang kuat, dan komitmen pada pemerataan, pendidikan Indonesia berpotensi melonjak ke arah yang lebih relevan dan berpusat pada kemanusiaan. Kesuksesan Merdeka Belajar, yang didukung oleh landasan hukum yang kokoh dan implementasi yang adil, akan menjadi penentu kualitas generasi penerus bangsa di masa depan.

Artikel Terkait

Artikel Lainnya

 
Copyright © BangAkbar.com
All rights reserved